If You Think You Can, You Can!

“To forgive is to set a prisoner free and discover that the prisoner is you.”Lewis B. Smedes

Saya mantan narapidana. Sudah 2 tahun saya bebas. Yang menjadi masalah adalah suami saya dan keluarga besarnya. Kadang saya bingung bagaimana harus bersikap. Awal, setelah keluar, hubungan saya dan suami baik-baik saja walaupun kami tinggal terpisah. Saya tinggal dengan orang tua saya, suami beserta anak ke-3 dan ke-2 tinggal di rumah orang tuanya. Kadang suami datang. Setiap malam Minggu suami saya datang ke rumah bersama anak ke-2. Tak lama kemudian suami saya memegang sebuah jabatan di kantornya. Entah bagaimana, suami saya tidak mau datang. Setiap saya tanya kenapa, malah selalu menyudutkan saya. Memang, sampai sekarang dia masih memberikan nafkah. Bahkan kalau saya kurang uang, asal saya bilang, pasti dikasih. Walaupun jumlahnya tidak besar, cukup untuk keperluan saya. Dari situ kami sering bertengkar karena saya juga tidak mau dihina dan disudutkan. Lagipula saya masuk penjara untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Jawab:

Penerimaan masyarakat terhadap mantan narapidana saat ini masih negatif. Seringan atau seberat apa pun kesalahannya, stigma negatif itu akan terus melekat. Termasuk suami Anda dan keluarganya. Bukan tidak mungkin sikap suami Anda mendadak berubah karena ‘tekanan’ di lingkungan kerja, apakah itu secara nyata atau ia reka-reka sendiri. Kendati demikian, kehidupan harus terus dijalani dengan penuh kesabaran dan ketangguhan. Rasa kecewa dan kesedihan yang Anda alami bisa dipahami. Anda merasa ‘sendiri’ meskipun suami Anda masih memberikan nafkah lahiriah.

Apa pun alasan yang melatarbelakangi Anda untuk melakukan kesalahan, sudah Anda tebus dengan menjadi narapidana. Dan sekarang, Anda hidup dengan label mantan narapidana. Waktu terus berputar. Tidak perlu lagi Anda melihat masa lalu. Yang sudah terjadi biarlah menjadi pelajaran hidup. Tidak perlu menjadi suatu penyesalan, apalagi diungkat-ungkit. Lagipula tidak semua orang akan berpandangan negatif. Jelas terlihat di sini bahwa keluarga Anda masih menerima kehadiran Anda. Ini bisa Anda jadikan bekal untuk melangkah lebih maju. Kini, saatnya Anda kembali menatap masa depan.

Jalan yang akan Anda lalui masih sangat panjang. Bila masih memiliki keinginan kuat untuk memperbaiki hubungan dengan suami, anak-anak, maupun keluarga, Anda dapat melakukannya dengan menunjukkan yang terbaik. Lakukanlah segala sesuatu dengan niat tulus, ikhlas dan penuh cinta. Tidak cukup hanya kepada mereka, namun juga kepada para tetangga, teman-teman, maupun masyarakat umum. Buktikan bahwa Anda tidak seperti yang mereka pikirkan selama ini. Hal tersebut bisa dimulai dari hal-hal yang kecil dan mungkin hal yang terlihat sepele.

Sebaiknya Anda belajar untuk hidup mandiri, sehingga tidak semata-mata bergantung pada suami. Mudah-mudahan dengan begitu, penilaian suami, keluarga, dan masyarakat setempat dapat membaik. Yakinlah bahwa Anda dapat meraih kebahagiaan dan hidup normal kembali. Semoga keputusan yang Anda buat lahir dari suatu pemikiran yang bijak dan menjadi keputusan yang terbaik untuk hidup Anda selanjutnya.

Rengganis Lenggogeni B., M. Psi

Konsultan dari Daya Insani, Konsultan Psikologi & Hipnoterapi, Jakarta

Artikel diambil dari Tabloid Genie, Edisi 23, 1-7 Desember 2008

Dengan label: , ,
Ditulis di Kutipan

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *

*


5 + = 12

WhatsApp chat